Sabtu, 17 Desember 2011

Hoax Global warming 2

(weaselzippers.us)
Pada tahun 1980-an teori global warming muncul di daratan Eropa khususnya di negara Inggris.  Teori ini sendiri sebenarnya adalah teori lama yang dulu pada tahun 1896 dicetuskan oleh ilmuwan Swedia yang bernama Svante Arrhenius.  Hanya waktu itu tidak ada yang memperhatikan pendapat  ini.

Kemunculan teori global warming di tahun 1980-an sebenarnya sangat mengherankan.  Sampai akhir dekade 1970-an, setidaknya di Amerika, yang diketahui orang adalah kebalikannya.  Pendinginan global atau global cooling.  Bahkan saat itu timbul kekhawatiran kalau dunia akan kembali mengalami abad es atau ice age dikarenakan suhu yang semakin mendingin.

Karena itu banyak orang yang sampai sekarang tidak percaya dengan teori global warming ini.  Logikanya sangat sederhana.  Suatu perubahan trend iklim bumi tidak bisa terjadi dalam waktu sebentar saja.  Diperlukan waktu yang lama untuk merubah iklim bumi secara total sehebat apapun perubahan yang terjadi.  Meningkatnya pembakaran gas green house atau GHG dapat mempengaruhi bumi tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama.  Itu pendapat kaum awam.  Survey di tahun 2009 menunjukkan hanya sepertiga orang Amerika yang percaya dengan teori global warming ini padahal sudah dibombardir dengan gambaran-gambaran yang menakutkan yang disebutkan terjadi atau akan terjadi akibat global warming ini.

Kalau masyarakat awam saja bisa berpikir dengan logis apalagi ilmuwan.  Banyak ilmuwan yang tadinya yakin soal global cooling berubah menjadi promotor global warming.  Tetapi banyak pula yang tidak mau berubah seperti itu.  Alasan mereka jelas, global cooling saja belum selesai ini sudah membahas global warming.  Belum lagi didukung oleh data-data hasil penelitian mereka yang menyatakan tidak mungkin ada global warming akibat ulah manusia karena GHG yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar dari fosil yang dipakai oleh manusia jumlahnya hanya sedikit.  Sangat tidak signifikan untuk menyebabkan terjadinya efek rumah kaca.

Mengapa dunia bisa berubah 180 derajat dalam hitungan sekejap seperti itu?  Di sini bisa dilihat beberapa factor.  Faktor pertama adalah factor ideologis, menyelamatkan lingkungan menjadi trend dunia khususnya di kalangan anak-anak muda.  Hal yang sangat bagus hanya sayangnya pikiran idealis dan semangat mereka dipakai untuk kepentingan lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perubahan iklim.

Faktor itu adalah factor dominasi negara-negara Eropa bagian barat.  Mohon diperhatikan, hanya Eropa Barat, bukan Barat secara keseluruhan yang istilahnya sering kita pakai.  Nah, di tahun 1980-an itu, Eropa Barat adalah wilayah yang sangat makmur kalau dibandingkan dengan wilayah lain.  Mereka pun punya persatuan sendiri yang disebut dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).  Bagi mereka sudah saatnya untuk menggunakan bahan bakar lain selain bahan bakar dari fosil.  Pilihannya adalah nuklir, teknologi yang sudah mereka kuasai dan sudah dipakai hanya belum meluas.  Sedangkan untuk kekurangannya mereka tetap akan memakai bahan bakar fosil tetapi persentasenya hanya sedikit.

Kedua, karena industri mereka sudah maju dan tidak ingin disaingi lalu  mereka berpikir bagaimana untuk tetap memimpin dunia.  Caranya sederhana, persulit negara-negara lain untuk bisa sejajar dengan mereka.  Polusi lingkungan sudah sering dipakai sebagai alasan.  Lalu kemudian teori global warming dimunculkan kembali sebagai subjek yang lebih berat daripada hanya polusi lingkungan.  Dengan membatasi jumlah emisi GHG ini maka negara-negar berkembang yang ingin menjadi negara industri akan mengalam kesulitan tidak bebas mengeluarkan emisi GHG industri mereka.  Bandingkan dengan Eropa yang memulai industri mereka tanpa ada batasan berapa banyak polusi yang bisa dihasilkan dari cerobong-cerobong pabrik mereka.

Melalui PBB lembaga-lembaga internasional dibentuk, dana-dana penelitian diberikan, konferensi-konferensi internasional baik di dalam maupun di luar PBB dilaksanakan secara rutin.  Selain itu untuk publikasi umum dilakukan  melalui media-media dan selebriti-selebriti top dunia ide ini dipasarkan.  Hasilnya luar biasa, semua orang berbicara tentang global warming, lupa dengan global cooling.  Ditambah dengan kesediaan negara-negara Eropa Barat ini berkorban menurunkan emisi GHG mereka maka dunai tertarik dan bergabung dengan ide ini.

Kesuksesan negara-negara Eropa bagian barat bisa dilihat dari Protokol Kyoto (1997).  Uni Eropa, nama resmi ke-15 negara-negara itu, berjanji akan mengurangi emisi GHG mereka sebanyak 8% dari jumlah emisi mereka di tahun 1990.  Negara-negara lain khususnya negara-negara industri pun mengikuti karena memang standard dari protocol ini, mengurangi emisi GHG mereka sekian persen dari level emisi GHG mereka di tahun 1990.  Bagi negara-negara yang tidak mau memberikan berapa banyak emisi GHG yang akan mereka kurangi juga tidak apa-apa tetapi komitmen asal komitmen mereka.  Protokol Tokyo ini ditandatangani oleh 191 negara dan berlaku sejak tahun 2005.  Dari 191 negara penandatangan itu hanya satu negara yang tidak meratifikasi yaitu Amerika Serikat.

Amerika Serikat saat itu dipimpin oleh presiden Bill Clinton dan wakil presiden Al Gore.  Anehnya tidak mau meratifikasi Protokol  Kyoto.  Hal itu disebabkan oleh kongres Amerika yang saat itu dikuasai oleh Partai Republik tidak mau meratifikasi protocol itu.  Alasannya bermacam, dari yang tidak percaya dengan global warming sampai tidak mau urusan industri negara mereka dicampuri oleh pihak luar walaupun itu badan PBB.  Setelah pemerintahan berganti, gantian presiden Bush yang tidak mau menyerahkan protocol itu ke kongres yang dikuasai oleh partainya Al Gore, partai Demokrat.  Maka setelah protocol ini efektif berlaku di tahun 2005 Amerika tidak terikat walaupun negara itu adalah negara industri dunia nomer satu.

Bisa dibilang Amerika lolos dari jebakan Uni Eropa.  Seandainya meratifikasi dan memberikan patokan persentase jumlah emisi GHG yang harus dikurangi Amerika akan kelimpungan dengan industri mereka.  Padahal jumlah penduduk negara ini sangat banyak dibandingkan dengan Uni Eropa, industrinya  mayoritas masih memakai bahan bakar fosil bukan nuklir dan serta luasnya negara.  Transportasi untuk industri memakai bahan bakar fosil seperti diesel untuk truk dan batu bara untuk kereta api.  Bayangkan kalau harus mengurangi semua ini diganti dengan bahan bakar yang katanya bisa lebih ramah lingkungan tetapi lebih mahal dan tidak efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar